Arti Sebuah Balon
Mugi Adit, ya begitulah namaku. Agak pasaran,
norak juga sepertinya, tapi aku tak peduli. Yang kutau, orang tuaku memberikan
nama itu dengan penuh arti yang bisa membuatku dan mereka bahagia kelak di
kemudian hari. Aku berumur 16 tahun, aku memiliki hobi bermain game, menghias
balon, dan membuat puisi. Aku adalah seorang siswa disalah satu sekolah di Kota
Subang. Aku tau, semua yang dikatakan oleh Ibu itu pastilah bermakna sangat
dalam. Aku tau, Ayahpun takkan pernah marah jika semua perbuatanku baik-baik
saja. Ya, semoga saja aku takkan pernah menjadi anak yang durhaka kepada kedua
orang tuaku sampai akhir hayat nanti. Amin.
Banyak
orang yang bilang, aku itu adalah anak mamih. Ya, aku tak peduli sebenarnya
tapi ada sedikit rasa risih yang kutanamkan di dalam hati ini. Ibu pernah
bertanya padaku, “Mugi, jika suatu hari nanti Ibu sudah tak ada kamu mau ngasih
hadiah terakhir apa ke Ibu?” Ya, itulah pertanyaannya kala itu. Aku hanya bisa
menjawab dengan santai tanpa ragu, “Aku akan memberikanmu balon bu” Lantas,
Ibupun terheran, “Mengapa balon nak?” Aku yang ditanya begitu kebingungan ingin
menjawab apa, tapi entah kenapa aku menjawab, “Karena aku sayang Ibu, balon
menandakan kasih sayang bu. Selain coklat yang berharga mahal, balon menurutku
adalah sebuah barang kasih sayang kedua setelahnya bu. Maklumlah, aku tak
tertarik untuk memberikanmu makanan manis bu, aku khawatir Ibu mengalami
diabetes hehe” Ibuku mungkin terkagum mendengarnya, tapi aku yang kala itu
masih berumur 9 tahun dan baru saja mengenal sebuah rasa kasih sayang yang
sebenarnya sangatlah geli mengatakan itu, haha.
Hari
demi hari terjangkau dengan mudah olehku, sekarang aku berumur 15 tahun. Tak
ada yang lebih baik ketika aku mencium kedua tangan orang tuaku dipagi hari
dengan mengucapkan salam dengan indah. “Ayah, Ibu.. Aku berangkat ya!
Assalamualaikum.” Begitulah kira-kira kalimat yang aku sampaikan kepada mereka
dipagi hari sesaat sebelum berangkat ke sekolah. Jarak rumahku kesekolah cukup
dekat, aku biasa berjalan kaki menuju ke sekolah. Kadang aku mengendarai
sepedah kesayanganku kesekolah, tapi aku lebih suka berjalan kaki karena bisa
bertemu teman-temanku dijalan.
Perjalanan
dari rumah ke sekolah itu adalah perjalanan paling indah menurutku, kenapa?
Karena disetiap jalan yang ku lewati penuh dengan senyuman manis orang-orang
dijalan baik yang kusapa ataupun menyapaku. Tapi, disamping itu semua ada yang
membuatku sangatlah nyaman. Senyumnya yang bisa mengubah duniaku menjadi sebuah
symphoni cinta yang mengumandangkan suara merdu dari balik bibir merah manis
miliknya. Lesung pipinya membuatku semakin tak bisa menahan bahwa sebuah rasa
cinta mengaliriku disetiap hari ku melihatnya. “Mugi..!! Tungguin aku dong,
uhh..” Begitulah kira-kira jika dia memanggilku dari belakang, dan biasanya aku
menjawab, “Hey, Risa. Telat lagi ya? Aku kan udah sering bilang, kalo tidur
jangan mimpiin aku mulu haha.” Seketika aku berkata begitu padanya, mukanya
langsung memerah. Entah kenapa bisa begitu tapi dia langsung mencubitku
keras-keras sambil berkata, “Ihh.. Mugi..!!! Apaan sih kamu, haha” Ya, itulah yang
biasa kami lakukan di pagi hari jika bertemu dijalan.
Disekolah,
hanyalah satu tujuanku sebenarnya. Belajar, bermain, dan bertemu dengannya. Ya,
walaupun ada 3 kata yang berbeda tapi itu memiliki satu makna haha. Entah
kenapa, aku tak pernah bisa serius dalam belajar. Tapi, aku selalu mendapatkan
nilai yang ya.. Bisa dibilang baguslah. Seketika itu semua berjalan mengarungi
waktu, aku terus menjalaninnya. Sampai akhirnya, aku hampir putus asa dengan
sebuah tindakan yang aku lakukan. Game yang mengubahku sampai sejauh ini, game
juga yang membuatku merasa lebih percaya diri, game juga yang membuatku bisa
berfikir lebih matang dan cermat. Tapi entah kenapa disaat Anggy mengetahui
ternyata aku adalah seorang Gamer dia
agak menjauh dariku, bukan hanya Risa sebenarnya, tapi.. Ayah dan Ibu juga
begitu. “Mugi, jangan terlalu malem main game nya. Nanti kamu sakit, ga baik
juga kan kamu main game dari pagi sampai hampir larut malam seperti ini?” Ibu
seringkali berkata seperti itu kepadaku di setiap aku bermain game pada hari
libur. Anehnya, aku tak menghiraukan segala perkataan Ibu. Aku hanya berkata,
“Iya bu, ini sedikit lagi. Udah mau selesai juga kok, gaenak sama temen yang udah
nungguin aku main bu.” Padahal jam sudah menunjukkan angka 23.00 ya pastinya
itu adalah tanda dimana orang-orang haruslah mengistirahatkan tubuhnya untuk
esok hari. Satu kata yang terfikir saat ini olehku, “Bodoh” mengapa aku
terjerumus kepada hal yang mungkin tak berguna untuk orang lain? Tapi, aku tak
pernah menyesali itu. Aku hanya menyesal telah membantah perintah Ibu yang dulu
pernah aku abaikan, mungkin bukan hanya pernah tapi seringkali aku abaikan
hanya untuk bermain sebuah game yang menurutnya, menurut mereka, dan menurut
orang lain tak berguna.
Hari
berlalu begitu jauh, dimana aku kini jarang sekali bermain keluar bersama ke
dua sahabat baikku yaitu Rayhan dan Rahmad. Aku kini hanya duduk dirumah,
menemani Ibu yang sedang sakit. Ayah sedang ada dinas ke luar negeri, jadi aku
terpaksa merawat Ibu sendirian. Ya, itu juga berhubung aku tak memiliki kakak,
hanyalah adik perempuan yang aku punya. Disamping itu, aku tetap bersekolah.
Tak ada sedikitpun keluhan yang aku luncurkan pada Ibu, aku hanya ikhlas
merawatnya. Ibu terkena penyakit demam, jadi Ibu tak bisa mengerjakan pekerjaan
rumah sendirian seperti hari-hari biasanya. Ya itulah pekerjaan sampinganku
saat ini, disamping bermain game untuk menambah penghasilan ternyata Ibu juga
pengertian untuk memberiku uang jajan lebih haha. Beberapa hari Ibu sakit,
namun kini dia telah membaik, keadaannya berangsur-angsur pulih. Lega rasanya
sudah bisa menjaga Ibu sampai sejauh ini.
“Mugi..
Kemana aja kamu? Ngilang gitu aja dari aku” Tiba-tiba disaat aku sedang
berjalan menuju kantin sekolahku bersama Rayhan, Risa memanggilku dari
belakang. Wajar sajah aku kaget bukan kepalang, aku bingung harus menjawab apa.
Tapi temanku yang satu ini memang jago dalam membuat karangan, “Hey Risa.. Lama
juga kita ga ketemu ya, cuman nyapa Mugi nih? Aku engga disapa?” Risa
terbingung dengan pertanyaan Rayhan, sontak saja dia membalasnya, “Ehh, Rayhan
ya? Si penyair itu? Haha, iya deh iya aku sapa, Rayhan..!! Udah kan? Wlee” Risa
dengan enteng mengejek Rayhan, akupun tak bisa menahan tawa melihat wajah
Rayhan yang kaku tak berdaya. “Mug, gua tinggal dulu sebentar ya. Gua mau
ketemu Puteri dulu, kasian dia udah nunggu gua di depan kelas. Mau bantuin dia
ngerjain tugas Matematika nya, bye mug.” Rayhan pergi, alhasil disini aku ditinggal
berdua sama Risa. “I..Iya han, okedeh” Cuman itu kalimat yang bisa aku katakan.
Lalu, akupun memberanikan diri memulai sebuah percakapan dengan Risa.
Aku :
“Ri..Risa...”
Risa :
“Iya mug, kenapa? Kok gugup gitu sih bicaranya? Santai dong haha.”
Aku : “Engga
kok sa, aku engga gugup nih buktinya aku nyengir haha.”
Risa :
“Haha, kamu bisa ajah. Mug, emangnya sejak kapan si Rayhan pacaran sama Puteri?
Aku :
“Tau darimana kamu kalo mereka pacaran sa? Kalo gasalah sih udah lama, sekitar
3 bulan lalu lah. Kenapa gitu? Hayoo cemburu ya? Haha.”
Risa :
“Ihh, tadi kan dia bilang mau ketemu Puteri di depan kelasnya buat bantuin
Puteri ngerjain tugas Matematikanya. Ya, aku fikir mereka pacaran, ehh ternyata
bener hehe. Cemburu? Engga kok mug, aku udah janji sama diri aku sendiri buat
ga pacaran dulu, soalnya aku takut juga kalo pacaran mug hehe.”
Aku :
“Oiya ya hehe, tuh sa.. Mereka ajah bisa pacaran, masa kita engga sih? Hehe.
Kenapa takut gitu sa? Semua yang kamu
anggap takut, akan berangsur-angsur memberikanmu sugesti kuat untuk tidak
melakukannya sa. Saran aku sih ya, jangan dibikin takut. Tapi buat itu adalah
suatu tantangan emosional buat kamu, karena di masa remaja yang seperti kita
rasain saat ini itu wajar kalo suka-sukaan. Makanya pada pacaran, asalkan jangan
sampai berlebihan gitu sa.”
Risa :
“Mugiiiiiiii kok bisa bijak sih? Hahaha, iya iya makasih mugiii. Nih aku kasih
senyum manis. Wleeee, haha. Nyaman deh kalo udah ngobrol sama mugi, nyambung
mulu.”
Aku :
“Eyaaaa, asik juga nih liatin senyum manis kamu kalo lagi laper begini. Berasa
makan belimbing mateng wkwk. Aku juga nyaman kok sama kamu, apalagi bisa ada di
hati kamu. Nyaman banget sa, hehe”
Risa :
“Ihh mugii!! Kok belimbing sih? Enak semangka tauu, apalagi yang merah. Emm,
yummy, wleee. Mugiii, jangan gombal mulu ahh haha.”
Aku :
“Ohaha, merah ya? Iyadeh, semerah cinta aku ke kamu Risa, haha. Sa, mau aku
anterin ke kelas? Bel masuk udah bunyi tuh..”
Risa :
“Mugiii, haha.. Beneran bisa nganterin aku? Seneng deh kalo emang bisa
dianterin Mugi ke kelas hehe.”
Aku :
“Haha, iya beneran. Ayo saa..*Sesampainya di kelas Risa* Saa.. Maaf ya, mungkin
ini adalah pertemuan terakhir kita hehe.”
Risa :
Mugiiiii, makasih banyak yaaa hehe. Mugi ngomong apa sih? Kita kan masih bisa
ketemu lagi di lain hari.
Aku :
“Iya sa, sama-sama hehe. Oia sa, ini serius. Besok aku bakalan izin selama
mungkin 1tahun kedepan. Aku ada keperluan di rumah yang harus aku lakuin
sendirian hehe.
Risa :
“Mugi, jangan bercanda terus ahh. Aku percaya kalo kamu pasti bisa menghadapi
semua permasalahan itu. Entah apa yang bikin aku bisa senyum ke semua orang,
tapi aku tau kalo senyum itu adalah ibadah dan sebuah rahasia dibalik sebuah
kasih sayang.”
Aku :
“Mugi ga bercanda, Mugi cuman mau ngasih tau kalo emang besok Mugi ga ada lagi
di sini.”
Risa :
“Haha, kamu mulai ngawur nih ngomongnya. Yaudah kamu ke kelas gih sana, nanti
gurunya marah lagi. Aku masuk kelas ya mug, dadah Mugiii hehe.”
Aku :
“Iya sa, makasih ya buat hari ini. Aku harap kita bisa ketemu lagi besok.”
Risa :
“Pasti mug, udah gih sanaa haha”
Aku :
“Iya sa.. Iya haha”
Mungkin itu adalah saat terakhir aku harus
bertemu seseorang yang memang aku sukai, besok adalah hari ulang tahun Risa.
Besok juga adalah hari dimana sebuah kepahitan harus aku rasakan, besok juga
adalah sebuah akhir cerita yang kumulai dengan Risa.
5
Juni 2014, adalah hari dimana Ayah dimakamkan, aku tak menyangka jika Ayah
pergi secepat ini. Malam harinya, aku berangkat bersama Ibu ke Negara tempat
Ayah mengalami tragedi pahit itu. Ya, di Arab Saudi. Ayah mengalami serangan
jantung yang membuat aku sangatlah tak bisa menahan sebuah air mata yang terus
menetes hingga akhir tangisan ini. Begitu pula Ibu, dialah yang sampai saat ini
harusnya merawat Ayah yang sudah berumur 40tahun dan baru genap hari ini. Hari
dimana semua hal indah harus terjadi dalam hidupku, tubuh Ayah yang saat ini
kulihat tampaklah sangat menyayat hati ini. Terus menerus aku meneteskan air
mata, wajahnya yang sudah pucat, kulitnya yang dingin, badannya yang tegar
walaupun sudah dalam keadaan tidak bernyawa, rambutnya yang mulai memudar
berwarna keputihan, sungguh itu adalah anugrah tuhan yang diberikan untukku,
untuk seluruh keluargaku. “Ibu, kuharap kau tegar dan bisa menahan tangismu.
Aku disini ada di sampingmu, menemanimu, menjagamu, dan aku berjanji untuk
memberikan sebuah balon yang ku janjikan untuk Ayah disaat Ayah meninggal kini
bu.” Aku mengatakannya dengan penuh rasa tak percaya jika balon yang selama ini
Ayah berikan padaku adalah kado terakhir dirinya yang memang mungkin dia sudah mengetahui akan menghadapi
hal seperti ini. “Ibu, maafkan aku. Aku tak bisa menemanimu sampai esok hari,
akupun tak bisa membiarkan hatiku teriris dua kali di hari ini. Aku izin pamit
menemui Risa di sana bu.” Sepenggal surat aku berikan pada Ibu, dan Ibupun mengerti
apa maksudku. Akupun berangkat menuju bandara, dan langsung terbang ke
Indonesia untuk menemui Risa di Kota asalku yaitu Subang. Lelah sekali, itulah
yang kurasakan saat ini. Hanyalah sebuah tas ransel dan sebuah kotak dimana
didalamnya terdapat sebuah balon, surat, dan sebuah Boneka Helokiti yang
terdapat pita merah muda di atas telinga kiri Boneka tersebut. Ku pegang
erat-erat kotak itu, kuharap Risa akan mengerti apa yang dinamakan cinta sejati
yang ku tanamkan dalam hatinya. Hanyalah angan yang ku inginkan saat ini.
“Risa, kuharap kau mengerti mengapa aku mencintaimu dan menyukaimu sampai saat
ini. Bukanlah cinta biasa yang membuat aku seperti ini, tapi mungkin memang kau
adalah sebuah anugrah tuhan yang kuinginkan berada tepat di hatiku saat ini. Ini
hanyalah sebuah symphoni cinta dimana kau dan aku harus memahaminya bahwa cinta
bukanlah sebuah bualan biasa melainkan sebuah rasa dimana sebuah kasih sayang
dari kedua buah insan bersatu untuk menjadikan makna dari sebuah arti cinta itu
sendiri.” Itu adalah pesan yang tertera di surat yang nantinya aku berikan
kepada Risa.
Jarum
jam sudah menunjukkan tepat pukul 21.00 malam, aku mulai khawatir jika Risa tak
bisa bertemu denganku malam ini. Harus apa aku nantinya jika tak bisa bertemu
dengannya jika bukan malam ini? Perjalanan panjang sudah aku lalui, kini Mobil
Taxi yang mengantarkanku sudahlah sampai tepat di depan rumah Risa. Jarum jam
kini menunjukkan tepat pukul 21.15 malam, hatiku makin tak menentu. “Apa yang
harus aku lakukan sekarang?” Pertanyaan bodoh yang sempat keluar dari fikiranku
kala itu. Aku menelfonnya untuk keluar dari rumah sebentar, karena aku tak
memiliki waktu banyak di sini. Syukurlah telfon ku diangkat olehnya, dan dia
bisa keluar untuk beberapa menit. Dia telah berada di depanku sekarang, dengan
pakain tidur yang lucu serba helokiti. Cocok sekali dengan wajahnya yang manis.
Dia membukakan gerbang untukku, dan mempersilahkanku masuk kedalam, “Hey.. Kamu
baik-baik aja kan mug? Ayo masuk dulu..” Senyumnya memecah semua penatku saat
itu, tapi aku menolaknya, “Engga usah sa, aku cuman mau ngomong sebentar kok
hehe.” Percakapan panjang di antara aku dan Risa pun terjadi.
Risa :
“Loh, kenapa mug? Ayo masuk dulu, itu liat muka kamu? Pucet udah kayak orang
abis lari maraton 5km haha.”
Aku :
“Ga apa-apa kok sa, haha kamu bisa ajah. Emm, a.. Aku..”
Risa :
“Aku apa sih mug? Ngomong ajah deh, jangan gagu gitu ahh haha. Katanya hari ini
udah gabisa ketemu lagi sama aku? Nyatanya, kamu malem-malem begini dateng
kerumah aku haha, wlee.”
Aku : “A..
Aku cuman mau ngasih ini ke kamu sa, iya sa sebenernya aku emang gabisa dateng
kesini hari ini. Ayah meninggal, serangan jantung, di Arab sa. Aku harus stay
disana jagain Ibu, tapi aku sempetin dateng kesini karena aku sayang sama kamu
sa!
Risa :
“Apa ini han? Kotak kado? Kamu gaperlu repot-repot kali hehe. A.. Ayah kamu?
Meninggal? Kenapa kamu ga bilang dari kemarin soal ini sih mug? Kenapa juga
kamu harus rela ninggalin Ibu kamu disana cuman buat ketemu aku mug? Heuuu..
heuuu.”
Aku :
“Iya sa, makanya kemarin aku bilang. Ini adalah pertemuan akhir kita sa, aku
udah izin ke Ibu. Dan Ibu ngertiin aku, kamu tau sa? Aku bukan hanya sekedar
suka sama kamu, tapi aku sayang sama kamu! Kamu gausah nangis, kamu gaperlu
nangis sa gaperlu..”
Risa :
“Kalo kamu bilang buat itu, aku kan juga bakal ngerti mug! Maafin aku mug.. Aku
udah banyak ngerepotin kamu, heuuu.. heuuu”
Aku :
“Selamat ulang tahun sa, aku harap kamu mengerti semua usaha yang udah aku
lakuin selama ini buat kamu. Makasih kamu selalu ada buat aku disaat aku
senang, sedih dan apapun itu. Makasih untuk semuanya sa. Aku sayang kamu, aku
cinta sama kamu sa. Aku ngerti apa yang semua ini aku lakuin buat kamu ga
seberapa dibanding orang-orang yang pernah hadir dalam hidup kamu. Makasih sa
untuk semuanya, maaf aku hanya bisa ngasih ini. Mungkin kamu bakalan suka, dan
aku harap kamu nyimpen ini semua.”
Risa :
“Mug.. Harusnya aku yang bilang makasih ke kamu untuk semua ini, untuk semua
waktu kamu.. Makasih banget mug! Heuu.. heuu, aku gabisa nahan air mata yang
netes saat ini mug.. aku gatau harus gimana. Aku harap kamu bisa ngertiin aku
mug, maafin akuu! Heuu.. heuu”
Aku :
“Ini adalah balon terakhir dari aku sa, aku harap kamu bisa simpen itu
baik-baik. Dadah Risa, aku pergi dulu ya..”
Risa :
“Mug..Mugi!!! Mugi tunggu.. Mugii... Heuuu.. Heuuu Kyaaaa!!!”
“Balon merah muda, yang di tengahnya terdapat
nama Anggy”
“Surat yang memang ditujukan untuk Anggy”
“Boneka Helokitty yang lucu sedang memegang
bantal hati warna merah muda yang ditengahnya terdapat nama Anggy”
Risa Syah Putri
a.k.a Anggy Putri
Itulah nama sebenarnya, namun aku ingin
memberinya sebuah kejutan indah melalui cerpen ini. Kuharap, kamu mengerti
sebuah arti dibalik makna yang selama ini aku sampaikan padamu. Terimakasih
untuk segalanya, Anggy Putri.
“Janganlah kamu
menyianyiakan seseorang yang pernah memberikanmu sebuah kebahagiaan yang sangat
mendalam untukmu, karena sesungguhnya dia adalah anugrah Tuhan yang diberikan
untukmu.”
Rayhan
Sulthan Rachman
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon