Perpisahan bukanlah penghalang untuk tak bisa
bertemu kembali, tapi merupakan semangat untuk bisa saling rindu, terpacu untuk
berjumpa di kesempatan yang ada. Mungkin suatu saat nanti, sebuah salju turun
di tengah derasnya panas menerpa Kota. Tak ada yang tak mungkin, jika sebuah
Takdir Sugro kita ubah dengan niat dan kasih sayang. Cukuplah, tak bernadi,
bersandi, berdiri di tengah perpisahan yang menyedihkan ini. Semua akan kumulai
dengan senyum ketika ku bertemu denganmu, hanyalah salam jumpa yang kuucapkan
di saat terakhir kita bertemu.
Keterbatasan,
ya itulah sebuah hal yang menyedihkan untukku. Semua orang memang ditakdirkan
untuk bersabar menghadapi segala keterbatasan mereka. Dengan penuh resah, di
jalani, di kagumi, di maknai, bahkan diartikan sebagai penentu hidup. Akan kah,
bisa kah, mampu kah aku? Menerpa segala kegelisahan hati yang menjanggal di
benak ini. Tuhan mungkin mengerti mengapa aku bisa menulis hingga ribuan kata
diatas kertas putih ini, sepertinya aku memang tak ingin kehilanganmu. Kesepian
menerpa, janggal di hati menerima keadaan ini. Maafkan aku yang terlalu egois
dengan semua ini, kesepian, bahkan segala keterbatasanku membatasi kita untuk
berada dalam satu aliran gelombang untuk saling berkomunikasi.
Sesaat
itu semua berlalu, Grand Hotel Lembang menjadi saksi nyata kisah ini berlanjut
dengan penuh lalu lalang angin yang berhembus. Satu pesan ku terima, pesan
singkat darinya.
“Hye, udah sampe mana han? Aku udah hampir
sampe nih hehe..” Manis, manis sekali ku lihat pesan itu di layar ponsel ku.
“Hye zen, masih di lembang zen. Lagi makan
siang dulu nih, kamu makan belum? Ohehe, yaudah hati-hati ya.” Balasku.
“Ohh gitu, aku juga lagi makan siang dulu nih
han hehe. Oke siap! Kamu juga hati-hati ya hehe.” Lanjutnya.
“Ohehe, okeee. Siap laksanakan komandan!”
Balasku lagi.
Pesan
berhenti sesaat, akupun melanjutkan segala kegiatanku. Belanja oleh-oleh untuk
keluarga dirumah, lalu beranjak naik kemobil dan berangkat. Sepanjang jalan ku
kitari dengan penuh kenangan manis, Kota Lembang, Kab. Bandung Barat. Ahh
indahnya jika mengingat segala hal menarik yang 3 hari lalu kulewati disana,
saat dimana 21.50 WIB menjadi saksi nyata untukku mengenal yang namanya sebuah
rasa... Sulit ku ungkap, hey Zena! Kuharap kau baik-baik sajah disana, seorang
Paskibraka mempunyai jiwa yang kuat dan kuharap kaupun begitu.
Kudengar
ponselku berbunyi lagi, itu menandakan bahwa pesan singkat telah sampai. Ya,
pesan singkat yang kutunggu sejak kurang lebih 3 jam yang lalu. Kini aku sudah
berada di rumah, setelah mengalami perjalanan yang sangat jauh jaraknya.
“Hye han, udah sampe? Aku udah sampe
majalengka nih, aku turun di rumahnya nenek. Kepalaku pusing, demam juga jadi
besok pagi pulangnya hehe.” Kurang lebih, begitulah pesan singkat yang kuterima
darinya.
“Hye, aku udah sampe rumah kok zen. Yee, kamu
malah sakit. Istirahat ya, jangan lupa makan dan minum obat okeee..” Balasku
menyemangati.
“Hehe, ohh gituh. Yaudah istirahat gih, okee
han.” Lanjutnya.
“Iya hehe, oke siap laksanakan bos!” Balasku.
“Sip.. Hihii.” Jawabnya mengakhiri perpesanan
singkat ini.
Tak
terasa, lelah menerpa. Hingga akhirnya jam dinding menunjukkan pukul 22.00
dimana waktuku tidur sudah tiba, yasudahlah kuputuskan untuk tidur beristirahat
untuk melanjutkan aktivitas di esok hari.
Pagi
tiba, kulihat sebuah ponsel tergeletak diatas meja belajarku. Ku lihat
layarnya, tertera “1 Pesan Diterima dari FLS2N Zena.” Ya, aku menulis nama
kontak Zena dengan diawali 4 huruf
kapital dan 1 angka yang telah mempertemukan kita sampai saat ini.
“Pagi Rey, bangun bangun...” Dia menyapaku.
“Iya zen, ini udah bangun kok. Sebentar ya,
mandi dulu.” Kurang lebih begitulah pesanku padanya pagi itu.
Keheningan
dipagi hari berubah menjadi sebuah symphoni burung yang berkicau keras
menandakan siang hari sudah hadir dihadapanku. Perbincangan ringan ku jalani
dengan Zena, dari pagi, siang, hingga malam menerpa kami begitu saja. Tak
terasa, ternyata kurang lebih sudah 200 pesan singkat ku kirim ke Zena hari
ini. Panik menerpa, bukan karena Zena mengakhiri obrolan kami saat itu. Tapi,
karena pulsa yang ada di ponselku berkurang demikian deras. Tak pedulilah ku
sebenarnya, namun semakin malam berubah menjadi larut, rasa khawatir ini
bertambah. Alhasil, ku telfon Customer Service Operator SIM Card ku. Setelah
beberapa menit mengobrol. Ternyata, aku hanya mendapatkan 100 bonus sms ke lain
operator. Sontak sajah ku tertawa, memang benar Tuhan itu adil. Disaat aku
membutuhkannya hadir dalam kehidupanku, aku seakan tak memperdulikan harus
berapa pulsa yang hilang dari ponselku. Aku hanya memikirkan bagaimana Zena
bisa selalu ada di sampingku, walau jarak memisahkan kita untuk sementara
waktu. Seperti halnya Teori Sayang yang kubuat, “Sayang akan timbul
disaat seseorang menanamkan rasa nyaman dan yakin kepada seseorang yang lain.”
*****
Dear Zena,
Ketika
ku melihatmu di belakang hari-hari yang lalu, ternyata memang benar. Tak
mengertilah aku sebenarnya, apa ini? Sadarlah, aku bukanlah orang yang sudah
lama kau kenal. Terimakasih, kamu memang pengisi hatiku saat ini zen. Aku gatau
harus gimana lagi, aku cuman bisa ungkapin ini lewat selembar surat yang
terdiri dari rangkaian kata yang tak terlalu rapih, berantakan, karena memang
jeleknya tulisanku ini. Sungguh, aku merasa kesepian disaat tak ada kabar
darimu. Namun ku selalu berusaha berfikir positif dan aku memang yakin bahwa
Zena akan hadir di kemudian hari untuk mengucapkan selamat pagi padaku.
Zena
R. Aghata, sebuah nama yang manis. Dengan segenap kegelimpahan Indonesia nama
itu muncul diantara sekian umat yang menyaksikannya, hati-hati disana ya zen.
Jika suatu saat aku punya waktu, aku pasti dateng kesana kok zen. Aku ga
bakalan pergi dari kamu, maaf aku gabisa janji ke kamu. Aku cuman bisa ngasih
kabar ke kamu zen. “I hope you always healthy, don’t cry! If you have
some problem, you can send a short message to me. I always be there for you,
don’t be afraid for your win. One thing, now youre my miss.”
*****
Sign up here with your email

ConversionConversion EmoticonEmoticon