Cinta bukan 'Cinta'


Cinta bukan ‘Cinta’
            Karya : Rayhan Sulthan Rachman/Raynesia
            Ada yang bercerita ketika senja datang menghadang malam, datang pula aku yang sedang terdiam menanti malam. Aku, hanya seorang pelajar absurd yang suka mencari kesenangan diantara gelap malam. Yang tak terbayangkan adalah ketika tanggal 13 itu hadir sebelum tanggal 14, di bulan November. Memang, malam ini aku sedang terduduk diam dan asik berbalas pesan dengan handphone miniku. Tanpa ada yang terpikirkan di benakku, ku terus memacu obrolan menjadi semakin hangat dan nyaman. Makin malam makin bersemangat, padahal aku hanya sedang berbincang dengan seorang adik kelas lewat pesan.
            Kulihat jam yang menempel di dinding, ternyata memang hanya suaranya yang ku dengar sedari tadi serta getaran handphone yang tak kunjung henti. Kini, sudah pukul 11 malam lebih sebaiknya ku cepat tidur, lalu ku sampaikan ucapan ‘selamat tidur’ kepadanya. Sampai jumpa besok, Va. Setelah itu, aku merasa haus, ku minum setegug air dingin dari kulkas. Rasanya.. aku bukan haus karena kehausan, tapi kenapa rasanya aku menginginkan sesuatu yang lain ya? Mungkin aku haus akan kasih sayangnya, terasa lembut jika di ingat. Lebih baik aku tidur, mungkin malam ini akan terasa sangat nyenyak.
            Esok harinya, ketika senja datang kembali aku mulai duduk lagi dengan tetap diam dan menanti datangnya malam. Suara handphone terus berbunyi di setiap menitnya, ratusan pesan silih berganti mengirimkan isinya. Sampai akhirnya, aku merasa jatuh cinta. Tepat kepadanya, Eva. Hari ini, tanggal 14 di bulan November. Aku mencoba mampir kerumahnya, aku di sambut baik oleh keluarganya, sangat baik. Kami berbincang di ruang tamu sederhana rumahnya, senang rasanya bisa berdua saja seperti ini, kami bercanda dengan kamera, berselfie bersama, kami bercanda dengan pena dan sebuah note, kami saling mengutarakan kata dan berujung pada satu kata, ‘cinta’.

“Va, kaka ke kamar bentar ya.. Mau ngaca, takut gantengnya luntur.” Ya, kurang lebih seperti itu modus yang kulakukan.
“Yaudah gih, huu udah ganteng aja ngaca.” Balasnya.
“Vaa!! Sini deh, ini ada apaan di kaca?” Kataku panik.
“Apaan ka ada apaan?” Tanya nya sembari lari ke kamar.
“Noh liat noh di kaca, ada kertas nempel. Wakakaka” Jawabku dengan penuh tawa.
“Hihhh, ada tulisannya! *sebelumnya memang sudah ku tempelkan kertas bertuliskan kata ‘kamu mau ga jadi kekasih ku?’* Ya ampunn kakaaaaa, ahhhhh!!” Pipinya mulai memerah sambil tertawa kecil.
“Mau gaa tuuhhh? Wleeee” Godaku sambil terus berada di dekatnya.
“Jawabnya harus sekarang banget? Ahhh maluuu” Pipinya makin merah, dia makin salah tingkah.
“Ya atuh, mainnya kan sekarang bukan taun depan Va.” Jawabku polos.
“*mengangguk*” Hanya respon kecil darinya.
“Oke fix!” Kataku.
“Ihhh kaaa, seriusan? Makasih yaa!” Tanya nya lagi.
“Ya atuh sayangku cintaku aku padamu.. masa iya boongan yeeee” Lanjutku.
“Iya kaa heheee”
“Aku sayang sama kamu vaa..”
“Eung… Anu.. Iya kaa.. Aku juga.. hehee *berpelukan*”

            Sebuah ‘cinta’ kecil terlahir dari sebuah kertas yang menempel di kaca, buktinya tanggal 14 di bulan November ini pun tersenyum. ‘Cinta’ itu sederhana, yang membuatnya istimewa atau tidak adalah ‘kita’. ‘Kita’ lah yang membuat semuanya jadi bermakna, ‘kita’ pula yang membuat semuanya jadi saling mencinta. Sampai akhirnya, semua usai ketika kita sudah cukup untuk merasakannya, semakin lama ‘kita’ saling mencinta, semakin banyak masalah yang datang untuk menerpa. Sebabnya, ‘kita’ usai di persimpangan jalan, kemarin.
Hari Jum’at yang menyatukan ‘kita’, berpisahlah ‘kita’ dihari yang sama. Aku dan dia berpisah bukan karena tak lagi saling mencinta, tapi aku dan dia mencoba untuk melepaskan segala rasa yang mulai pudar dan berusaha membangunnya kembali tanpa ‘cinta’.
            Kini, aku bersamanya mencoba membangun sebuah rasa yang bukan lagi untuk di ‘cinta’ tapi untuk menjadi sebuah rasa yang utuh dengan segenap Cinta. Cinta yang berbeda, tak lagi menggunakan petik diantara kata nya. Kasih sayangnya semakin erat ku rasa, ku rasa aku bisa memiliki dia seutuhnya. Kini, setelah satu tahun enam bulan lebih ku bersamanya, tepat hari ini aku merasa sangat senang, karena dia selalu hadir dalam fikiranku, kapanpun, dimanapun. Aku sudah bisa mencintainya, sungguh tak lagi dengan petik diantara kata nya.


The end-
Previous
Next Post »